Intimidasi dan dugaan Kriminalisasi terus menghantui ratusan guru honorer Langkat yang menjadi korban dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.
Bahkan, kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat tahun 2023 semakin menimbulkan polemik. Untuk itu, ratusan guru honorer yang menjadi korban, hingga saat ini terus berjuang untuk mendapatkan Keadilan, baik di Polda Sumut dan Pengadilan Tinggi TUN Medan.
Namun perjuangan panjang ratusan guru honorer ini seolah terus mendapatkan tantangan dan hambatan, mulai dari adanya upaya banding yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Langkat atas dikabulkannya gugatan 103 guru honorer di PTUN Medan, tidak Ditahannya 5 tersangka korupsi, serta belum ditetapkannya aktor utama sebagai tersangka dalam kasus PPPK Langkat tahun 2023.
Terbaru, saat ini seorang guru honorer dan juga Pembela HAM, Meilisya Ramadhani, yang mengungkap kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaran seleksi PPPK Langkat tahun 2023, dilaporkan ke Polres Langkat oleh diduga Pengacara/Kuasa Hukum Kadis Pendidikan Langkat (Tersangka) berinisial TL., atas dugaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana berdasarkan surat tanda penerimaan laporan Nomor : STTLP/B/502/IX/2024/SPKT/Polres Langkat/Polda Sumatera Utara, tertanggal 24 September 2024.
Menurut salah seorang Kuasa hukum ratusan guru honorer Langkat dari LBH Medan, Irvan Saputra SH MH, pengacara tersebut juga merupakan kuasa hukum dari Pj. Bupati Langkat (Tergugat) dalam sengketa TUN Nomor: 30/G/2024/PTUN.MDN yang diajukan ratusan guru honorer (Penggugat) dan saat ini sedang berproses di PTTUN.
"Meilisya Ramadhani adalah guru honorer SMP N 1 Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Beliau sebelumnya mengungkap adanya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. Hal tersebut diketahui Meilisya ketika adanya nilai seleksi kompetensi teknis tambahan (SKTT) dalam pengumuman kelulusan yang ditanda tangani Plt. Bupati Syah Afandin," ungkap Irvan, Senin (21/10).
Hal tersebut diakui Irvan, sebagaimana pengumuman nomor ; 810/2998/BKD/2023 tentang hasil seleksi kompetensi penerimaan calon Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemkab Langkat, serta pengisian daftar riwayat hidup untuk pengusulan penetapan NI PPPK jabatan fungsional tahun anggaran tahun 2023 beserta lampirannya tanggal 22-12-2023.
"Perlu diketahui jika dalam seleksi PPPK Langkat tahun 2023 tidak ada jadwal dan kegiatan SKTT. Akibat adanya pengumuman tersebut, 103 guru honorer dinyatakan tidak lulus PPPK Langkat," tegas Irvan Saputra, seraya mengatakan, seyogianya para guru yang dinyatakan tidak lulus mendapatkan nilai yang tinggi dan sesuai passing grade.
Keanehan pun diakui Irvan kembali muncul setelah salah seorang guru yang berjuang, yaitu Dinda Nurfan, berhasil mendapatkan nilai CAT tertinggi dalam formasi guru se-Kabupaten Langkat, yaitu dengan skor 601, namun malah dinyatakan tidak lulus dikarenakan adanya pencantuman nilai SKTT yang tidak pernah diikutinya.
"Namun yang bersangkutan mendapatkan nilai dan parahnya nilai tersebut sangat tidak masuk akal," bebernya.
Beranjak dari adanya kejanggal terhadap pengumuman Plt. Bupati tersebut, sebut Irvanz Meilisya dan para guru akhirnya melakukan investigasi. Hasilnya, ditemukan banyaknya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK Langkat.
"Semisal, adanya SKTT yang tiba tiba yang tidak berdasarkan aturan hukum (diselundupkan). Kemudian adanya guru yang diduga siluman dalam artian tidak pernah mengajar jadi guru dan parahnya terdaftar sebagai honorer PUPR Langkat tetapi lulus PPPK. Serta adanya praktik suap dengan nilai fantastis yang diduga berkisar 40 sampai 80 juta untuk meluluskan guru yang mengikuti seleksi PPPK Langkat," urai Irvan.
Terkait hal tersebut, para guru juga melaporkan permasalahan PPPK Langkat ke Polda Sumut atas adanya dugaan tindak pidana korupsi. Akhirnya berdasarkan laporan para guru, Polda Sumut telah menetapkan 5 orang tersangka, yaitu Kepala Dinas Pendidikan, Kepala BKD, Kasi Kesiswan SD Disdik dan 2 Kepala Sekolah di Kabupaten Langkat.
"Namun anehnya hingga hari ini kelima tersangka tersebut tidak ditahan dengan alasan Kooperatif. Ada apa ini?!" ujarnya penuh tanya.
Atas adanya pengungkapan yang dilakukan Meilisya dan para guru, Irvan menduga hal itu membuat para tersangka menjadi geram dan marah. Bukti kemarahan tersebut secara jelas terlihat ketika Meilisya dilaporkan oleh diduga pengacara Kadis Pendidikan Langkat.
"Adapun laporan terhadap Meilisya tersebut dibuat lebih kurang sepekan setelah penetapan Kadis Pendidikan Langkat, BKD dan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat, ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polda Sumut. Serta tepat 2 hari sebelum putusan PTUN Medan, yaitu tanggal 26 September 2024," bebernya.
Parahnya lagi, sambung Irvan, dugaan kriminalisasi yang coba dilakukan pengacara Kadis pendidikan tersebut, dapat dilihat secara terang benderang (Cetho welo-welo) ketika dalam laporanya menyebutkan/ menuliskan yang menjadi korban adalah Negara Republik Indonesia.
Atas adanya upaya kriminalisasi tersebut, Meilisya Ramadhani akhirnya membuat pengaduan/laporan secara langsung ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan keadilan sehingga kedepannya tidak ada lagi guru yang berjuang diintimidasi dan dikriminalisasi.
"LBH Medan selaku kuasa hukum Meilisya dan ratusan guru honorer Langkat, membenarkan jika Meilisya ikut seleksi PPPK Langkat tahun 2023 dan dinyatakan lulus. Kemudian Meilisya mengundurkan diri dikarenakan mengikuti kontestasi politik yang didaftarkan oleh partai PKS," kata Irvan.
Bahkan diakui Irvan, pengunduran diri tersebut diamini oleh Plt. Bupati Syah Afandin secara hukum sebagaimana berdasarkan Pengumuman Nomor:810-407/BKD/2024 Tentang Pembatalan Kelulusan Pelamar PPPK Formasi Tahun 2023 Di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Langkat tertanggal 19 Februari 2024, dengan berdasarkan adanya surat pengunduran diri Meilisya tertanggal 26 Desember 2024.
"Kemudian pelapor bukan ASN atau perwakilan dari pemerintah Kabupaten Langkat, tetapi mengatakan korbannya Negara. Parahnya bukti yang diajukan diduga dengan cara membobol data pribadi Meilisya. Hal tersebut terlihat ketika surat pernyataan tersebut hanya bisa di lihat oleh Meilisya dan Panselda atau BKD. Tetapi kenapa bisa ada dengan Pelapor," ungkap Irvan dengan nada kesal.
Hal ini pun jelas menguatkan adanya upaya kriminalisasi terhadap Meilisya dan tindak tersebut juga telah bertentangan dengan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Tidak hanya itu, LBH Medan juga menilai jika pelaporan terhadap Meilisya adalah bentuk nyata kriminalisasi dan intmidasi terhadap para guru yang terus menyuarakan kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat.
"Oleh karena itu, patut secara hukum Meilisya membuat pengaduan/laporan ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendapatkan keadilan," tegasnya.
LBH Medan juga mendesak Polda Sumut untuk segara menahan kelima ersangka, serta segera memeriksa Plt. Bupati dan Sekda Kabupaten Langkat.
"Karena LBH Medan menduga adanya keterlibatan keduanya dalam kasus PPPK Langkat Tahun 2023," terang Irvan diakhir ucapannya, sembari mengatakan bahwa upaya kriminalisasi sesunguhnya telah bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR dan Duham.