Sebagai bentuk Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Dosen dan Mahasiswa Prodi S1 Kebidanan dan Profesi Bidan Institut Kesehatan Helvetia, menggelar penyuluhan Kesehatan bagi pelajar di lantai 2 Musholla SMA Muhammadiyah 1 Medan, Jalan Utama No. 170, Medan.
Dalam Penyuluhan yang mengambil tema "Membangun Kesadaran Remaja" dan Sub tema "Upaya Pencegahan Dan Konsekuensi Tentang Pernikahan Dini" dan digelar pada Kamis (15/2) lalu, Institut Kesehatan Helvetia melibatkan beberapa orang Dosen dan Mahasiswa, diantaranya Dosen S1 Kebidanan yang juga dipercaya sebagai Ketua Sri Juliani, S.Keb., SKM., M.Kes, Dosen Profesi Bidan/anggota Bd. Novy Ramini Harahap, SST., S.Keb., M.Keb, Dosen S1 Kebidanan/anggota Hj. Mey Elisa Safitri, S.Keb., SKM., M.Kes, serta 2 orang Mahasiswa/Anggota, yaitu Nabilla dan Napira Risva.
Ketua PKM Institut Kesehatan Helvetia, Sri Juliani, S.Keb., SKM., M.Kes, dalam paparannya dihadapan para siswa/siswi menjelaskan, usia bagi seseorang yang disebut remaja adalah saat memasuki 10-18 tahun. Rentang usia ini diakuinya merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.
"Beberapa hal yang sering terjadi pada remaja yaitu adanya rasa ingin tahu yang tinggi, keinginan untuk mencoba hal-hal baru, dan pengambilan keputusan yang ceroboh atau tidak berpikir panjang, seperti menikah muda atau pernikahan dini," ucap Sri Juliani, sembari mengucapkan terima kasih karena pihaknya diterima dan diberi izin untuk melakukan Pengabdian Kepada Masyarakat oleh Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Medan.
Untuk itu, sebut perempuan yang akrab disapa Lia tersebut, dalam upaya menambah pengetahuan dan informasi siswa/siswi, tim pengabdian masyarakat melaksanakan penyuluhan kesehatan yang mengambil tema Membangun Kesadaran Remaja dalam Upaya Pencegahan Dan Konsekuensi Tentang Pernikahan Dini.
Pantauan awak media dilokasi kegiatan, sebanyak 45 siswa/siswi kelas XII SMA Muhammadiyah 1 Medan, tampak bersemangat dan antusias mendengarkan penjelasan dari Sri Juliani, serta dibantu oleh 2 orang anggota dosen dan mahasiswa dari Prodi S1 Kebidanan dan Profesi Bidan Institut Kesehatan Helvetia.
Hal ini terlihat dari beberapa perwakilan siswa/siswi yang memberikan tanggapannya mengenai masalah yang terjadi, baik di lingkungan sekolah maupun perkumpulan anak remaja di luar sekolah. Tidak hanya itu, mereka juga memberikan pertanyaan terkait upaya pencegahan dan konsekuensi tentang pernikahan dini.
Seperti yang diutarakan oleh salah seorang siswi bernama Najwa Shifa. Menurutnya, pergaulan bebas dan faktor ekonomi keluarga menjadikan orangtua lebih cepat menikahkan anak remajanya sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini.
Alasan lainnya juga disampaikan seorang siswi bernama Nadin Aisyah Putri. Ia mengatakan, pergaulan bebas juga dapat menimbulkan masalah seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan bertambahnya kasus perceraian akibat psikologis remaja yang belum siap menghadapi permasalahan dalam keluarga.
"Kejadian atau fenomena seperti ini tentunya dapat merugikan remaja. Sebab mereka akan kehilangan masa-masa remajanya dan juga mendapat sanksi dimasyarakat akibat perilaku penyimpangan yang terjadi," tutur Nadin.
Menyikapi masukan dari para siswi tersebut, Sri Juliani pun ikut menambahkan. Menurutnya, penyebab terjadinya pernikahan dini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya rendahnya tingkat pendidikan remaja sehingga mempengaruhi pola pikir dalam memahami bahwa tujuan pernikahan agar tidak menjadi perawan tua, serta orangtua yang memiliki ketakutan bahwa anaknya akan menjadi tidak laku jika sudah mengakhiri masa remajanya baru menjalani perkawinan.
"Pernikahan dini bisa terjadi karena keinginan orangtua untuk segera merealisasikan ikatan hubungan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan. Namun faktor ekonomi biasanya lebih banyak terjadi dari keluarga yang tidak mampu dengan alasan dapat mengurangi beban tanggungan dari orangtua terhadap anaknya," urai Lia.
Wanita berhijab ini juga menambahkan, pernikahan dini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik bagi ibu yang melahirkan, maupun bagi sang bayi. Hal itu dikarenakan reproduksi wanita yang belum sempurna atau belum matangnya organ reproduksi sehingga menyebabkan wanita yang menikah usia muda beresiko terhadap berbagai penyakit seperti keguguran, serta pertumbuhan janin menjadi tidak normal sehingga beresiko kecacatan pada janin.
Tidak hanya itu, sambung Sri Juliani, pernikahan dini juga dapat berdampak pada bayi yang lahir, seperti dapat mengalami cacat fisik, kemungkinan lahir belum cukup usia, berat badan lahir rendah (BBLR), bahkan hingga kematian bayi, hipertensi/tekanan darah yang tinggi pada ibu dapat berpotensi terjadinya perdarahan. Bahkan dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks bagi seseorang yang melakukan hubungan seksual.
"Tingkat pernikahan dini bisa ditekan melalui cara seperti remaja menyelesaikan studinya di jenjang SMA/SMK, atau bahkan sampai tahap Sarjana, mensosialisasikan kesehatan reproduksi pada remaja melalui pembelajaran kespro agar mereka mengerti akan hak-hak reproduksinya, dan juga mendengarkan penyuluhan kesehatan yang disampaikan oleh pihak-pihak tenaga kesehatan, baik dari Puskesmas maupun Pengabdian Masyarakat yang dilakukan dari kampus-kampus kesehatan," ungkapnya.
Selain itu, sebut Sri Juliani, mencegah pernikahan dini juga dapat dilakukan dengan cara lainnya, seperti mengetahui batasan dalam pergaulan, perlu adanya pengawasan orangtua dalam pergaulan anak, membuka wawasan, tanggung jawab terhadap diri sendiri, tegas dalam mengambil keputusan, dan jangan mudah terbujuk.
Sebagai Ketua PKM Institut Kesehatan Helvetia, Sri Juliani juga berharap, edukasi kesehatan dan penyegaran ini dapat dilakukan sebagai upaya promotif dan preventif secara dini agar kejadian yang tidak diinginkan pada remaja seperti permasalahan, komplikasi bahkan kematian pada remaja dapat dicegah.
"Solusi utama yang diberikan adalah melakukan edukasi dengan cara meningkatkan kesadaran remaja dalam upaya pencegahan dan konsekuensi tentang pernikahan dini, melakukan pendampingan para siswa/siswi dalam pelaksanaan penyuluhan, memberikan pemahaman tentang konsekuensi pernikahan dini dan cara melakukan atau menghindari pernikahan dini serta pergaulan bebas dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat baik disekolah maupun dirumah," bebernya.
Diakhir penyampaiannya, Sri Juliani juga menegaskan, memberikan edukasi mengenai dampak bagi remaja dan pentingnya melakukan kegiatan yang positif di sekolah maupun dirumah, merupakan upaya dalam menghindari pernikahan dini.
"Saya berharap edukasi ini dapat dimulai dengan memberikan pendidikan kesehatan pada remaja mengenai kebersihan diri dan lingkungan sekolah, serta melakukan kegiatan pemberdayaan para siswa/siswi dalam kegiatan yang bermanfaat," ungkap Sri Juliani diakhir ucapannya.
Penyuluhan kesehatan bagi pelajar yang digelar oleh Institut Kesehatan Helvetia tersebut mendapat apresiasi dari Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Medan, Abdullah Ihsan, S.Pd. Dirinya juga memberikan dukungan penuh terhadap program pengabdian masyarakat tersebut.
"Ini adalah langkah awal yang sangat baik untuk membantu anak-anak remaja sebagai generasi penerus bangsa agar dapat menumbuhkan kesadaran remaja tentang mencegah pernikahan dini, karena masa depan bangsa ini akan bertumpu pada mereka nantinya," ucap Abdullah Ihsan.
Dirinya juga berharap, program yang diberikan oleh para Dosen dan Mahasiswa dari Institut Kesehatan Helvetia tersebut, dapat terus berkelanjutan.
"Saya berharap Dosen dari Kampus Institut Kesehatan Helvetia ini dapat terus memberikan materi penyuluhan kesehatan yang lainnya yang dapat bermanfaat pada remaja putra dan putri di sekolah," demikian tutup Abdullah Ihsan diakhir penyampaiannya.