Dua perusahaan raksasa di Provinsi Riau yang bergerak di sektor industri kertas, yaitu PT. Riau Andalan Pulp & Kertas (RAPP) dan PT. Indah Kiat Pulp & Kertas (IKPP), dinilai belum memahami atau sengaja menyelewengkan, sistem kerja outsourcing yang seharusnya berpihak pada kesejahteraan tenaga kerja.
Hal ini disampaikan tegas oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Riau, Satria Putra, yang menilai praktik outsourcing di dua perusahaan besar tersebut sudah jauh menyimpang dari semangat keadilan dan perlindungan buruh, Senin(03/11/2025).
“Kalau perusahaan sekelas RAPP dan IKPP saja tidak memahami atau berpura-pura tidak memahami sistem outsourcing, maka jelas ada yang salah di tubuh manajemen mereka. Outsourcing bukan berarti menyerahkan nasib buruh pada vendor tanpa tanggung jawab sosial", tegas Satria Putra, dengan nada keras.
Menurutnya, outsourcing seharusnya diterapkan pada pekerjaan penunjang, bukan pada pekerjaan inti yang berkaitan langsung dengan proses produksi. Namun yang terjadi justru sebaliknya - ribuan buruh di bawah kontraktor di dua perusahaan tersebut bekerja dalam sistem yang kabur, tanpa kepastian status kerja, jaminan sosial yang memadai, serta upah yang sering kali di bawah standar Upah Minimum.
“Ini praktik modern slavery ( perbudakan modern ) yang dibungkus rapi atas nama efisiensi. Bagaimana mungkin perusahaan raksasa dengan profit triliunan masih menutup mata terhadap penderitaan para pekerja kontraktor yang jelas-jelas menopang produksi mereka", Ujar Satria.
Sementara itu, Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Kabupaten Pelalawan, Yudi Efrizon, turut mengecam keras kondisi ini. Ia menyebut sistem outsourcing di kawasan industri pulp and paper Riau telah menjadi tameng bagi perusahaan besar untuk menghindari tanggung jawab moral dan hukum terhadap pekerja.
“Yang terjadi bukan efisiensi, tapi penghisapan. Buruh kontraktor di lapangan bekerja sama kerasnya, bahkan lebih berat, namun hak mereka selalu di bawah pekerja tetap. PT. RAPP dan PT. IKPP seolah menutup mata, padahal mereka tahu persis rantai produksi mereka berdiri di atas keringat buruh outsourcing", ungkap Yudi.
Ia menegaskan, FSPMI tidak akan diam. Serikat buruh akan terus mengorganisir pekerja-pekerja outsourcing di bawah kontraktor kedua perusahaan tersebut untuk memperjuangkan status kerja yang lebih adil dan perlakuan yang setara.
“Kami akan lawan ketidakadilan ini. Tidak boleh ada lagi buruh yang bekerja tanpa kepastian hanya demi menutupi kepentingan perusahaan besar. Kami menuntut agar Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instansi terkait untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap sistem outsourcing yang ada di PT. RAPP dan PT. IKPP", tambah Yudi dengan nada tegas.
Menurut FSPMI, praktik outsourcing di dua perusahaan tersebut mencerminkan ketimpangan struktural yang masih mengakar di dunia industri Riau-di mana perusahaan besar bisa bersikap sewenang-wenang karena lemahnya pengawasan pemerintah dan belum adanya kesadaran kolektif akan pentingnya hubungan industrial yang bermartabat.
Sebagai penegasan sikap organisasi, DPW FSPMI Riau menegaskan komitmennya dalam gerakan HOSTUM (Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah), “Gerakan HOSTUM bukan sekadar slogan. Ini seruan moral bagi seluruh buruh di Riau untuk bersatu melawan sistem yang menindas. Kami ingin memastikan bahwa setiap keringat buruh dihargai, setiap tenaga dibayar layak, dan tidak ada lagi buruh yang hidup dalam ketidakpastian", tutup Satria Putra.