Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, meminta kepada seluruh Ketua Umum Partai Politik (Parpol) untuk mengubah sistem pemilihan umum (pemilu) di Indonesia yang terlalu mahal.
Sebab menurutnya, demokrasi yang ada di Indonesia saat ini harus diperbaiki.
Hal tersebut disampaikan Prabowo Subianto saat menyampaikan sambutan di acara perayaan HUT ke-60 Partai Golkar yang digelar di SICC, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12) malam.
"Menurut saya yang paling penting, yang disampaikan ketum Partai Golkar tadi bahwa, kita semua merasakan, demokrasi yang kita jalankan ada suatu atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama sama," ucap Prabowo.
Dirinya juga meminta seluruh parpol tidak malu mengakui bahwa sistem politik dalam pemilu di Indonesia ini terlalu mahal. Untuk itu, ia menginginkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipilih oleh DPRD setempat tanpa mengeluarkan anggaran negara yang cukup besar.
Dengan begitu menurut Prabowo, uang negara yang habis puluhan triliun untuk Pilkada, bisa dialokasikan untuk program yang bermanfaat bagi rakyat kecil.
"Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu juga. Yang menang lesu, apalagi yang kalah. Kita harus berani mengoreksi diri," jelasnya.
Untuk itu, ia pun meminta kepada seluruh Ketum partai politik yang datang di HUT Partai Golkar, untuk menyepakati adanya perubahan sistem politik.
"Kembali ke serius ya, ini bener ketum Partai Golkar salah satu partai besar, tapi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol, apalagi ada Mbak Puan, kawan-kawan di PDIP, kawan-kawan dari parpol lain, mari kita berpikir. Mari kita tanya apa sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari," tutupnya.
Wacana untuk mengubah sistem Pilkada agar diberikan kepada DPRD sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto dinilai sejalan dengan perjuangan Partai Golkar.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Umum Golkar Bambang Soesatyo. Ia mengatakan, partainya sudah sejak lama ingin mengoreksi sistem pemilihan umum langsung yang cenderung mengakibatkan politik transaksional.
Menurut Bamsoet (sapaan Bambang Soesatyo) fenomena tersebut tidak hanya menggerogoti idealisme politik, tetapi juga membuat aspirasi rakyat hanya didasarkan dengan nilai nominal serta menghasilkan politik berbiaya tinggi di semua tingkatan.
"Ketika menjabat sebagai Ketua DPR maupun Ketua MPR periode lalu, saya sudah sering mengajak berbagai kalangan untuk mengkaji ulang sistem demokrasi langsung di Indonesia, apakah lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 Desember 2024.
Ketua MPR ke-15 RI ini juga menilai, politik transaksional kini semakin marak akibat pemilihan langsung. Banyak calon anggota legislatif maupun calon kepala daerah, berani menawarkan uang tunai kepada pemilih agar dipilih.
Di sisi lain, masyarakat pun tanpa sungkan meminta imbalan finansial sebagai balasan atas suara yang diberikan. Sampai muncul istilah "nomer piro wani piro" (NPWP) menjadi biasa di kalangan masyarakat.
Kondisi ini diakui Bamsoet menunjukkan pemilih lebih memprioritaskan keuntungan finansial daripada kualitas dan kapabilitas caleg.
"Akibat dari politik transaksional ini, banyak calon legislatif ataupun calon kepala daerah berkualitas dan berintegritas terpaksa tersingkir karena tidak punya 'isi tas'. Kompetisi politik berkembang menjadi pertarungan kekuatan finansial," pungkas Bamsoet.