Saat gencar-gencarnya penegakan hukum di negara ini oleh sejumlah lembaga, ternyata masih ada pengusaha kaya raya yang memberikan upah para pegawainya di bawah UMK (upah minimum kota) sesuai aturan perundang-undangan yang diputuskan pemerintah.
Hal ini dialami oleh Nanda Irawan Harahap, (29 thn) saat bekerja di hotel Syariah Grand Jamee, jl. Ringroad Gagak Hitam/Merpati No.92, Medan.
Kepada media ini, Nanda menceritakan bahwa sejak bekerja di hotel milik pengusaha kaya raya asal Aceh tersebut, sejak September 2014, upah yang diterimanya tidak sesuai dgn UMK Medan dan tidak pernah diberi upah lembur atas kelebihan jam kerjanya sebagai security. Kemudian pada Juli 2015, Nanda di-PHK tanpa diberikan gaji terakhir dan pesangon.
Iqbal, sekretaris SBSD (Serikat Buruh Sosial Demokrat) kota Medan yang mendampingi Nanda Irawan Harahap menyatakan bahwa terkait upah di bawah UMK dan pecat tanpa pesangon, manajemen Hotel Syariah Grand Jamee telah melanggar Undang undang (UU) No.13 tahun 2003, tentang Tenaga Kerja.
"Tidak diberikannya upah lembur atas kelebihan jam kerja juga telah melanggar UU No.13 tahun 2003, tentang Tenaga Kerja. Dalam UU tersebut, jam kerja yang diatur adalah 8 jam kerja, sementara sebagai security, Nanda bekerja selama 12 jam," ungkap Iqbal di kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) kota Medan, pagi ini, Selasa (1/9).
Kedatangan keduanya diantar sejumlah pengurus lainnya ke kantor tersebut berkaitan dengan panggilan mediasi oleh Dinsosnaker untuk tindak lanjut penyelesaian masalah tersebut dengan manajemen hotel Syariah Grand Jamee.
Ketika ditanyakan perihal sejauh mana Kepala Dinsosnaker melalui stafnya mampu membela hak-hak Nanda, Iqbal menjawab diplomatis bahwa persoalan ini masih berproses, pihaknya menanggapi positif aparat penegak hukum akan berupaya menegakkan hukum sesuai tupoksinya.
"Tadi sidang mediasi ketiga dan masih berproses, kita harap manajemen hotel tersebut taat pada UU RI sesuai yang diutarakan oleh mediator, pak Gultom," pungkasnya. (Red)