Tanah seluas ± 200 Ha di Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara telah ditempati dan diusahai masyarakat secara turun temurun dan berhasil menyumbang keberhasilan swasembada pangan hingga saat ini.
Demikian informasi yang diterima Wartawan dari Johan Merdeka yang merupakan aktifis dan Sekjen DPP Komite Revolusi Agraria.
Ditambahkannya, pada tahun 1954, berdasarkan Undang-undang Darurat No.8 tahun 1954, Asisten Wedana menerbitkan Kartu Tanda Pendaftaran Sebagai Pemakai Tanah Perkebunan kepada warga, kemudian setelah nasionalisasi tahun 1962, N.V.Matshjapai digabungkan menjadi kebun PPN-1.
�Pada tahun 1963, terbit lah HGU PT Karya Bumi yang diberikan oleh Menteri Pertanian dan Agraria berdasarkan SK Nomor : 11/26/Ka/63 tertanggal 30 September 1963 seluas ± 738 Ha yang berada di Desa Ramunia 1, namun tidak pernah didaftarkan hingga tahun 1989, sehingga tanahnya tetap sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,� ungkap Johan.
Konflik dengan masyarakat, kata Johan, sudah dimulai pada tahun 1966 dengan masuknya PT Gelorata ke areal Ramunia. Saat itu, petugas-petugas perkebunan berupaya mengusir warga yang bermukim dan bersawah diatas tanah Perkebunan Kelapa. �Keterangan ini sesuai dengan keterangan Kepala Desa Ramunia I yang tertuang dalam Surat Keputusan Badan Pertimbangan & Pengawasan Pelaksanaan Landreform Kabupaten Deli Serdang tertanggal 12 Juni 1968,� kata Johan.
Sejak masuknya PT. Gelorata, perampasan dan penggusuran terhadap tanah rakyat terus berlangsung hingga tahun 1991. Dimana penggusuran itu dilakukan bersamaan dengan adanya pemaksaan yang dilakukan aparat TNI kepada rakyat agar mau menyerahkan surat atas tanah (KRPT). Perusahaan ini pada tahun 1984, menyerahkan tanah seluas ± 400 Ha kepada KODAM untuk dijadikan areal pemukiman kepada 100 KK purnawirawan KODAM II Bukit Barisan.
Tanggal 1 Maret 1993, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan HGU Nomor 3/HGU/BPN 93 kepada PUSKOPAD seluas ± 575 Ha hingga tahun 2023 yang terletak di Desa Ramunia I Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Namun pada tahun 1997 pihak PUSKOPAD dan Purnawirawan ABRI yang bermukim di Desa Perkebunan Ramunia menerima ganti rugi seluas 400 ha dari Angkasa Pura untuk pembangunan Bandara Kuala Namu, Artinya bahwa dengan adanya proses ganti rugi maka Tanah PUSKOPAD sudah tidak ada lagi di Perkebunan Ramunia.
Setelah terbitnya sertifikat HGU tahun 1993 dan PUSKOPAD menerima uang ganti rugi dari PT. Angkasa Pura, lahan tersebut tidak pernah diusahai dan dirawat dengan baik oleh PUSKOPAD dan dibiarkan terlantar.
Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 Kepala Desa Perkebunan Ramunia telah mengeluarkan Surat Keterangan maupun Surat Pengakuan hak atas tanah kepada masyarakat yang menerangkan bahwa tanah tersebut adalah merupakan Tanah Negara yang telah ditelantarkan (tidak dikelola/tidak diusahai) sejak tahun 1998, serta tidak dalam sengketa dengan pihak lain.
Pada akhir tahun 2013, hingga awal tahun 2014, masyarakat diganggu oleh sejumlah preman dan memaksa warga untuk menerima uang ganti rugi atas tanah senilai Rp10.000/m² (sepuluh ribu rupiah permeter), namun warga menolak, dan PUSKOPAD mendirikan posko pembayaran kompensasi di Desa Perkebunan Ramunia serta menempatkan pasukan organik �TNI� di desa tersebut.
Puncaknya, pada tanggal 28 Januari 2015, PUSKOPAD/PUSKOPKAR mengeluarkan surat edaran kepada seluruh warga desa Perkebunan Ramunia untuk segera mendaftarkan diri agar menerima uang ganti rugi sampai batas waktu 14 Februari 2015. �Apabila sampai batas waktu tersebut tidak mendaftarkan diri, maka lahan garapan yang ada, dianggap sudah bersih dari penggarap dan ada sore harinya sejumlah saksi mata melihat warga keturunan Chinese turun dari mobil untuk melihat lokasi penembokan,� pungkas Johan. (red)