Dugaan praktik pungutan liar (pungli) terhadap 194 tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aek Kanopan, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), mulai terungkap ke publik.
Sejumlah tenaga honorer mengaku dimintai uang jutaan rupiah agar bisa lolos menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.
Dalam dugaan tersebut, Direktur RSUD Aek Kanopan Juri Freza diduga menerima puluhan hingga ratusan juta rupiah hasil pengutipan uang dari ratusan tenaga honorer tersebut. Dugaan ini disebut tidak dilakukan seorang diri. Sejumlah pejabat dan pegawai RSUD juga diduga terlibat dalam pengumpulan dana.
Beberapa nama yang disebut terlibat dalam pengutipan itu antara lain Kabid Pelayanan Medik Rifan Eka Putra Nasution, Kasi Perawatan HF, Kasi Pengembangan RSUD NSH, serta seorang honorer berinisial JAP, yang disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Direktur. JAP diduga bertugas mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi Direktur RSUD.
Seorang tenaga kesehatan wanita yang bekerja di RSUD Aek Kanopan mengungkapkan, informasi adanya pengutipan uang disampaikan pada 28 September 2025 melalui pesan WhatsApp. Seluruh tenaga honorer diminta hadir pada keesokan harinya.
"Setelah 194 tenaga kesehatan dikumpulkan, sejumlah pejabat memberi tahu bahwa akan ada pengutipan uang dengan alasan proses administrasi PPPK," ungkapnya, Rabu (19/11/2025).
Para tenaga kesehatan kaget ketika mendengar bahwa mereka diminta Rp 7 juta per orang.
"Kami tidak sanggup membayar sebanyak itu. Gaji kami jauh di bawah jumlah yang diminta. Kami sempat bermusyawarah karena tidak tahu harus bagaimana," ujarnya.
Memohon Keringanan, Tapi Ditolak
Tenaga kesehatan tersebut menuturkan, pada 10 Oktober 2025, perwakilan honorer berinisiatif menemui Direktur RSUD Juri Freza untuk meminta keringanan.
"Kami memohon agar cukup membayar Rp 1 juta, karena itu kemampuan kami. Namun Direktur tetap bersikeras meminta jumlah sesuai yang telah ditetapkan," jelasnya.
Ia menambahkan, dirinya rela membayar Rp 1 juta jika memang tidak dipaksakan dan tidak dijadikan syarat kelulusan PPPK. Namun tekanan yang diterima membuat para tenaga kesehatan terpojok.
"Bahkan kami diancam. Jika kami membocorkan permintaan itu, kami akan dipindahkan ke pelosok Labura atau dipecat karena dianggap melawan," katanya.
Viral di Media Sosial, Ancaman Meningkat
Karena kesal dan merasa tertekan, seorang tenaga kesehatan bernama akun @kikiyupika mengunggah video dan foto terkait dugaan pungli tersebut ke media sosial.
"Setelah viral, kawan kami justru diancam dan didatangi pejabat untuk menghapus video itu. Tapi dia menolak, meski sudah ditawari untuk diloloskan tanpa membayar," ungkap sumber tersebut.
Tidak hanya itu, sejumlah oknum juga dikabarkan mendatangi rumah @kikiyupika untuk membujuk dengan berbagai iming-iming.
"Pernah ajudan Bupati Labura datang meminta video itu dihapus. Tapi kawan kami tetap menolak karena menurut kami seluruh tenaga kesehatan berhak lolos tanpa dipalak," tegasnya.
Meminta Kejaksaan Turun Tangan
Para tenaga kesehatan mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara segera memeriksa dugaan pungli ini.
"Semoga Kejaksaan segera turun dan menindak semua oknum yang diduga terlibat. Kejadian seperti ini bukan hanya di RSUD Aek Kanopan, tetapi diduga terjadi di banyak tempat," ujarnya.
Terpisah, Bupati Labuhanbatu Utara Hendri Yanto Sitorus mengaku tidak mengetahui adanya video viral dugaan pungli tersebut.
"Sampai hari ini saya tidak mendapat laporan dari siapa pun. Jika ada laporan, tentu akan saya periksa dan tindak tegas sesuai aturan," katanya.
Namun Hendri justru menyayangkan korban melapor ke jurnalis, menunjukkan ketidakpahaman terhadap fungsi media sebagai sarana kontrol sosial.
"Kok lapornya ke jurnalis? Apa tidak takut sama saya? Bagaimana saya memprosesnya kalau tidak ada laporan? Tidak masuk akal," ujarnya.