"Berdasarkan hasil kajian teknis dan laporan masyarakat ditemukan kegiatan penanaman kelapa sawit di beberapa wilayah yang berpotensi merusak lingkungan," materi pertimbangan, yang tertuang dalam surat keputusan Bupati Tapteng.
"Untuk mencegah kerusakan lanjutan, perlu ditetapkan keputusan bupati tentang penghentian kegiatan penanaman kelapa sawit, di kawasan yang tidak sesuai tata ruang," lanjutannya.
Aturan pelarangan tersebut didasari adanya manat Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan telah diubah dengan UU Nomor 6 tahun 2023.
Dan, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, yang telah diubah dengan UU Nomor 6 tahun 2023. Serta berpedoman pada UU tentang perkebunan, penanggulangan bencana, dan kehutanan.
Dalam SK Bupati, juga menginstrusikan kepala dinas terkait, camat, lurah, dan kepala desa untuk menyosialisasikan aturan tersebut.
Selain juga bertanggunjawab mengawasi dan menertibkan aktivitas penanaman kelapa sawit, di wilayah atau kawasan pemberlakuan aturan larangan.
"Mendorong rehabilitasi lahan kritis dan kegiatan ekonomi alternatif ramah lingkungan seperti agroforestry, tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman kehutanan yang sesuai dengan karakteristik wilayah," teks instruksi Bupati Tapteng.