Sorotan tajam terhadap integritas wakil rakyat kembali mengemuka di Sumatera Utara. Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai NasDem, Rahmansyah Sibarani, secara resmi dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumut.
Laporan ini diajukan oleh Aliansi Masyarakat Tapteng Baru, yang menuntut transparansi dan tindak lanjut serius atas dugaan pelanggaran kode etik yang dinilai mencoreng martabat lembaga legislatif.
Thomson Pasaribu, salah satu pelapor, dalam konferensi pers pada Selasa malam (18/11/2025), mengungkapkan bahwa laporan tersebut memuat tiga poin utama dugaan pelanggaran yang melibatkan publik maupun privat sang legislator. Bahkan, laporan ini berpusat pada serangkaian insiden yang terekam secara visual dan menyebar di ruang publik.
"Dugaan pelanggaran kode etik. Ada tiga point yang kita sampaikan dalam pelaporan tersebut,” kata Thomson Pasaribu dalam konferensi pers, Selasa malam (18/11/2025).
Ia menyebutkan point pertama, saat terjadi bentrok antara masyarakat di Desa Mela, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, pada 19 November 2024 lalu, atau sebelum Pilkada Tapteng.
"Berdasarkan video yang beredar, terlihat jelas Rahmansyah Sibarani berada di kerumunan di lokasi bentrokan tersebut,” kata Thomson.
Sedangkan point kedua, beredar video yang memperlihatkan Rahmansyah Sibarani melakukan pelemparan kepada masyarakat yang hendak berunjuk rasa ke DPRD Tapteng, pada 31 Oktober 2025. Dimana saat itu, masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Tapteng Baru untuk Perubahan (GTBUP) bergerak menuju kantor DPRD Tapteng di Jalan Raja Junjungan Lubis, Pandan.
“Tetapi dalam perjalanan, massa dihadang, dihentikan dan diintimidasi sekelompok orang yang telah menunggu di lokasi,” sebutnya.
Point ketiga, viralnya di media sosial sebuah video berisi percakapan tentang perilaku tak senonoh melalui video call antara Rahmansyah Sibarani dengan perempuan yang bukan pasangan sahnya.
“Kita berharap, Badan Kehormatan DPRD Sumut bisa transparan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang menurut kita sangat mencederai,” kata Thomson.
Sementara itu, Dennis Simalango yang juga sebagai pelapor menegaskan, bahwa insiden yang terjadi pada 31 Oktober 2025, berawal saat kelompok masyarakat ingin menyampaikan pendapatnya ke Kantor DPRD Tapteng, dihadang, dipukuli, diancam dan diintimidasi oleh sekelompok orang.
Tindakan yang diduga melibatkan seorang anggota dewan dalam upaya menghentikan hak konstitusional warga untuk berpendapat adalah persoalan serius yang melukai prinsip demokrasi.
“Jadi bukan bentrokan, klir ya. Supaya jelas, bahwa saat itu masyarakat ingin menyampaikan aspirasinya ke Kantor DPRD Tapteng, lalu di titik itu (Sekitar depan rumah Bakhtiar Ahmad Sibarani) ada orang yang menghadang, ada yang memukul, membawa balok, ada pula yang melempar,” kata Dennis.
Bahkan kata Dennis, di dalam suatu konferensi pers pasca kejadian, ada orang yang mengatakan bahwa provokatornya adalah seorang oknum Polres Tapteng, namun itu sudah dibantah oleh Kapolres langsung.
“Perlu kami sampaikan bahwa tidak ada yang namanya kebal hukum, kita percaya kepada polisi. Selaku penegak hukum kita yakin institusi ini dapat menjaga nama baiknya,” katanya.
Dennis juga menegaskan, Kabupaten Tapanuli Tengah bukan milik sekelompok orang atau milik keluarga tertentu, tetapi milik seluruh masyarakat.
Dimana saat itu, masyarakat yang ingin berjuang dan bergandeng tangan untuk memperbaiki Tapteng yang dinilai selama ini sudah sangat hancur dan rusak.
“Kita bisa lihat dan rasakan sendiri bagaimana kemiskinan di Tapteng selama ini. Mudah-mudahan di pemerintahan saat ini kehidupan masyarakat bisa lebih baik,” katanya.
Masih di tempat serupa, Daniel Lumbantobing, pelapor yang juga praktisi hukum mengungkap, Rahmansyah Sibarani diduga kuat telah melanggar Peraturan DPRD Sumut Nomor 2/2020, tentang Tata Tertib DPRD Sumut dan Peraturan DPRD Sumut Nomor 10/K/2015 tentang Kode Etik DPRD Sumut.
“Harapan kita, Badan Kehormatan DPRD Sumut dapat mempertimbangkan dan menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan. Karena dugaan pelanggaran kode etik ini telah mencedarai kehormatan DPRD Sumut,” katanya.
Laporan ini menjadi ujian berat bagi Badan Kehormatan DPRD Sumut untuk membuktikan keberaniannya dalam menegakkan disiplin etik tanpa pandang bulu, demi memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi perwakilan rakyat.