Jumat, 19 Apr 2024 06:46
flash sale baju pria
Bonnet Sleeping Double Sensyne Extendable Wireless Compatible Android Children Camcorder Silicone JBL Tune 510BT Ear Headphones

Menjaga Toleransi di Penghujung Tahun

Medan (utamanews.com)

Oleh: Rahmat Effendy, Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Selasa, 26 Des 2017 11:46

Dok
Kemeriahan Natal di Bandara Kualanamu, Sumut

Indonesia memiliki keberagaman budaya serta agama yang patut dibanggakan. Secara umum, 250 juta penduduk di Indonesia hidup berdampingan dengan menganut 6 agama dan 1.340 suku yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara heterogen. 

Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok suku bangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. 

Jika dilihat dari sejarah, Pancasila yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 merupakan dasar negara sebagai perekat bangsa. Namun saat ini, keharmonisan masyarakat kembali mendapat ujian dengan aksi intoleran, yang tentu sangat jauh dari harapan pendahulu. 

Dalam Islam sendiri, sikap toleransi dianggap sebagai suatu elemen yang tidak boleh ditinggalkan dan bahkan dianjurkan dalam menapaki ruang kehidupan. Ketegasan syariah islam memberikan gambaran betapa perhatiannya Islam terhadap permasalahan keberagaman, dengan mengutamakan persaudaraan, keharmonisan, dan perdamaian.

Berbagai aspek dan penjuru serangan senantiasa gencar dihembuskan dengan mengangkat isu SARA. Publik menjadi bingung, panas, dan muncul rasa geram, seolah hal tersebut merupakan murni karena adanya pelanggaran yang dilakukan. Fenomena semacam ini juga dibarengi dengan sikap saling membenci, curiga, fitnah, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, sangat disayangkan jika pola persudaraan sempit dan saling menaruh kebencian dipelihara terus menerus. 

Di Indonesia, beberapa kejadian intoleransi masih jamak ditemukan dan tentu saja mengoyak kebhinekaan kita sebagai bangsa yang besar. Kita dapat berkaca, pada kejadian tahun 2016, dimana Ibadah Kebaktian Kebangkitan Rohani (KKR) Jelang Hari Raya Natal Umat Kristiani di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kota Bandung, Jawa Barat, dibubarkan oleh sejumlah organisasi masyarakat (Ormas) dengan beralasan kegiatan ibadah kebaktian tersebut tidak memiliki izin menggelar ibadah yang lengkap. Kejadian ini patut disayangkan karena masih saja ada ormas yang belum mengerti bagaimana tindakan yang dilakukan dapat membahayakan keanekaragaman dan saling menghormati di kalangan masyarakat. Dengan pemikiran yang sempit tersebut sangat mudah untuk memecah belah Indonesia dengan menimbulkan kecurigaan, saling memfitnah hingga berujung pada pelarangan untuk melakukan kegiatan agama yang berlandaskan intoleran.  

Apakah ini cerminan yang harus di contoh untuk mewujudkan keanekaragaman? Sungguh memprihatinkan. Dengan demikian, paradigma persaudaraan yang harus dibangun oleh masyarakat Indonesia adalah persaudaraan lintas agama, budaya, etnis, suku, dan golongan dengan mengedepankan toleransi antar umat beragama.  

Dalam hal ini, toleransi merupakan upaya untuk menghargai berbagai perbedaan pandangan baik dalam masalah agama, masalah kemasyarakatan, dan kebudayaan. Muara sikap toleransi ini adalah terciptanya kesepahaman antargolongan untuk saling memiliki semangat kebersamaan untuk menerima perbedaan di antara masyarakat yang plural atau majemuk.

Perbedaan merupakan anugerah yang tidak dapat disangkal. Dengan demikian, segala permasalah yang diakibatkan dari perbedaan tersebut merupakan salah satu tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa. Salah satu tujuan masyarakat Indonesia adalah menjadi negara yang maju, mampu berdiri tegak, dan disegani oleh dunia Internasional. Lalu, bagaimana Indonesia kembali menjadi bangsa yang besar jika toleransi antar umat beragama mulai pudar?

Polemik Natal, sebaiknya segera untuk disudahi. Semua kesimpangsiuran ini hanya mengakibatkan energi bangsa tersedot untuk hal-hal yang tidak perlu. Pada akhirnya, toleransi justru kehilangan makna, sebab ada "keseragaman" yang dipaksakan, ada sikap saling menghormati yang hilang, dan kita disibukkan dengan wacana-wacana yang sesungguhnya tidak penting, sedangkan yang benar-benar signifikan pengaruhnya bagi kerukunan hidup berbangsa justru dianggap sebagai angin lalu.

Kesadaran untuk mengaplikasikan toleransi memang tidak semudah yang dipikirkan. Oleh sebab itu, arti penting toleransi perlu untuk dilaksanakan secara berulang dan terus menerus. Toleransi ibaratkan sebuah konsep yang luhur tetapi sangat susah untuk mengaktualisasinya. Dalam hal ini, diperlukan kedewasaan bersikap sehingga toleransi bisa tetap mengakar dalam tiap karakter masyarakat Indonesia sehingga polemik di penghujung tahun dapat dihindari.

Editor: Sam

T#g:Nataltoleransi
iklanplt
makeup remover
Berita Terkait
  • Rabu, 31 Jan 2024 19:01

    Pembangunan Bandara AH Nasution Capai 90%

    Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Hassanudin meninjau pembangunan Bandar Udara (Bandara) AH Nasution di Kecamatan Bukit Malintang, Mandailing Natal (Madina). Bandara ini diharapkan segera


tiktok rss yt ig fb twitter

Tentang Kami    Pedoman Media Siber    Disclaimer    Iklan    Karir    Kontak

Copyright © 2013 - 2024 utamanews.com
PT. Oberlin Media Utama

⬆️