Pemerintah pada akhirnya sampai pada keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi. Pemerintah beralasan hal ini harus dilakukan demi menyelamatkan keuangan negara, akibat beban subsidi bbm yang semakin besar.
Dengan harga Rp4.500 per liternya, Indonesia termasuk negara dengan harga bbm termurah di dunia, termasuk harga bbm non subsidi yang menempati urutan ke sebelas harga bbm termurah di dunia. Sementara Indonesia kini telah menjadi negara pengimpor netto komoditas migas, dengan defisit neraca perdagangan migas yang kian membesar. Sampai dengan Februari 2013 saja defisit perdagangan migas Indonesia telah mencapai angka US$2,4 miliar.
Masalahnya, harga bbm yang jauh di bawah harga keekonomiannya memiliki jebakan moral yang besar. Harga yang murah akan berujung pada penyelundupan bbm bersubsidi serta konsumsi tidak terkendali. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa penyelundupan menjadi salah satu penyebab jebolnya kuota bbm bersubsidi tahun lalu. Sama halnya dengan rencana pemerintah menetapkan dua standar harga bbm bersubsidi. Dengan dua harga yang berbeda cukup jauh akan memicu penimbunan bbm untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ina Primiana juga melihat ketidak wajaran pada konsumsi bbm bersubsidi di Indonesia. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama ini adalah berkat tumbuhnya sektor industri. Namun dengan industri yang terus tumbuh tingkat konsumsi bbm non subsidi cenderung stagnan. Di sisi lain, konsumsi bbm bersubsidi malah terus mengalami peningkatan. “Ini berarti industri ikut menikmati subsidi bbm,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2012, BPH Migas berhasil menangani 551 kasus penyelundupan bbm bersubsidi. Jumlah tersebut baru dari kasus yang ditangani oleh BPH Migas, jumlah ini belum termasuk kasus yang ditangani oleh kepolisian. Subsidi yang pada awalnya ditujukan untuk masyarakat ternyata malah menimbulkan inefisiensi pada perekonomian.
Faktanya, “kebocoran-kebocoran” ini banyak terjadi di sektor lainnya, tidak hanya pada sektor migas yang kemudian menyebabkan negara menderita kerugian dari potensi pajak yang hilang.
Fenomena ini oleh ekonom Universitas Indonesai Sritua Arif disebut black economy atau ekonomi hitam. Ekonomi hitam merupakan bagian dari underground economy atau ekonomi bawah tanah yang ilegal. Sektor informal juga tergolong sebagai ekonomi bawah tanah yang legal karena aktivitasnya tidak tercatat secara resmi sehingga luput dari pencatatan produk domestik bruto (pdb) dan tidak menjadi objek pajak.
Tidak ada metode yang dapat mengukur besarnya ekonomi bawah tanah secara tepat. Ekonom memperkirakan besarnya ekonomi bawah tanah berdasarkan permintaan uang tunai, trend di pasar tenaga kerja serta konsumsi energi. Melalui metode tidak langsung ini didapatkan estimasi nilai aktivitas ekonomi bawah tanah, baik yang legal maupun illegal.
International Monetary Fund (IMF) memperkirakan ekonomi bawah tanah pada negara berkembang bisa mencapai 20% sampai 30% dari produk domestik bruto (pdb). Sedangkan pada perekonomian negara maju, sektor formal telah berkembang dengan baik sehingga ekonomi bawah tanah hanya mencapai 10% dari total pdb. Ada juga ekonom yang memperkirakan besar ekonomi bawah tanah pada negara berkembang dapat mencapai 75% dari pdb.
Ekonomi bawah tanah yang legal adalah sektor informal. Sektor ini, walaupun tidak tercatat secara resmi, pada akhirnya akan mendorong perekonomian melalui konsumsi. Pendapatan yang diterima masyarakat dari sektor informal, walaupun tidak dilaporkan akan mendorong konsumsi domestik dalam jangka pendek. Indonesia yang lebih dari separuh pdb-nya berasal dari konsumsi domestik akan sangat terbantu dengan adanya sektor informal yang menyerap hingga 90% tenaga kerja.
Namun menurut perhitungan IMF, negara berkembang seperti Indonesia akan kehilangan potensi pajak yang cukup besar dari ekonomi bawah tanah. Nilai pajak yang hilang mencapai 39% dari total pdb. Sehingga keberadaan ekonomi bawah tanah di satu sisi membantu perekonomian untuk berkembang, namun tidak memiliki kontribusi terhadap perpajakan.
Di Amerika terjadi fenomena dimana sektor informal berkembang pesat setelah krisis global menghantam negara tersebut pada tahun 2008 silam. Namun, dilansir dari Businessweek, akibat tingginya angka penganggur, terjadi peningkatan pelaku ekonomi informal yang cukup signifikan di Amerika. Nilainya pun mencapai angka US$2 triliun. Internal Revenue Service (IRS) melaporkan, pada 2012 Amerika kehilangan sekitar US$500 miliar pajak akibat pendapatan yang tidak dilaporkan.
Disisi lain, sangat sulit untuk “memutihkan” ekonomi hitam. Aktivitas ekonomi bawah tanah ini illegal, dan sering kali tidak terdeteksi oleh pemerintah. Nilai ekonomi yang hilang pun tidak dapat diperkirakan karena luasnya lingkup aktivitas ekonomi hitam seperti penyelundupan, pembajakan, illegal logging, pencurian ikan, dan sebagainya. Dari berbagai kasus yang berhasil diungkap saja Indonesia sudah dirugikan hingga triliunan Rupiah.
Untuk pembajakan, misalnya, sangat mudah untuk mendapatkan produk bajakan di negeri ini. Masyarakat pun cenderung permisif dengan produk-produk bajakan seperti musik, perangkat lunak komputer, film dan sebagainya yang beredar di pasar. Asosiasi Indsutri Rekaman Indonesia (Asiri) memperkirakan kerugian akibat pembajakan musik per tahunnya minimal sekitar Rp2 triliun. Dan nilai tersebut baru berasal dari pembajakan secara digital, belum memperhitungkan pembajakan dalam bentuk fisik.
Hal yang serupa juga terjadi pada produk piranti lunak. Menurut data dari International Data Corporation (IDC) antara 81% hingga 87% produk piranti lunak yang beredar di Indonesia adalah produk bajakan, setingkat lebih tinggi dari China dengan 75% sampai 81% produk piranti lunaknya adalah bajakan. Angka ini dibantah oleh Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Ahmad Ramli. Menurutnya, piranti lunak bajakan yang beredar di Indonesia hanya sekitar 30% sampai 40%. Berbagai jenis barang lainnya yang diimpor tidak melalui prosedur yang seharusnya atau barang imitasi juga sangat mudah dicari di pasar gelap (black market).
Sementara itu di pedalaman hutan di Indonesia, pembalakan hutan secara besar-besaran terus berlangsung. Data terakhir dari Kementerian Kehutanan menunjukkan luas hutan yang rusak akibat pembalakan liar serta illegal mining hingga tahun 2012 mencapai 41 juta hektar, dan dari pembalakan liar saja Kementerian Kehutanan memperkirakan negara menderita kerugian hingga Rp276 triliun.
Kemudian beralih ke wilayah perairan Indonesia dimana aktivitas pencurian ikan oleh kapal-kapal asing, dimana satu kapal asing bisa mengangkut hingga 40 ton ikan dari perairan Indonesia. Sepanjang tahun 2012 saja Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap 112 kapal yang melakukan pelanggaran, 70 kapal diantaranya merupakan kapal asing. Dengan wilayah perairan yang sangat luas, pengawasan menjadi pekerjaan yang sangat sulit, sehingga banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh kapal-kapal asing untuk masuk ke wilayah perairan Indonesia.
Kebocoran-kebocoran yang berasal dari berbagai aktivitas tersebut memiliki nilai yang sangat besar, tidak ada yang dapat memastikan angka sebenarnya. Bisa jadi itu hanyalah sebagian kecil aktivitas ekonomi hitam yang bisa diungkap oleh negara sehingga ada kemungkinan nilai pdb Indonesia jauh lebih besar dari yang telah dicapai. Pemerintah sudah berupaya untuk menambal kebocoran-kebocoran tersebut, namun sering kali terhambat karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh negara dan tindakan pejabat publik serta aparat penegak hukum yang korup.
- Besar ekonomi bawah tanah bisa mencapai 75% dari PDB, dengan potensi pajak yang hilang sebesar 39% dari PDB.
- Sektor informal bagian dari ekonomi bawah tanah yang legal, yang menjadi nafas perekonomian nasional dengan menyerap sekitar 90% tenaga kerja. Sayangnya sektor ini tidak memiliki kontribusi pajak.
- Jenis-jenis aktivitas ekonomi hitam diantaranya penyelundupan, pembajakan, illegal logging, pencurian ikan, seharusnya bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian jika kebocoran-kebocoran tersebut dapat disumbat.
- Nilai dari ekonomi hitam yang terungkap mencapai ratusan triliun Rupiah, belum termasuk kasus yang tidak terungkap.
- Koreksi terhadap nilai PDB akan sangat signifikan jika seluruh aktivitas ekonomi bawah tanah tercatat secara resmi dan memiliki kontribusi pajak