Sekitar 70 persen kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi. Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, di Bandung.
Dikatakan Denny, data tersebut diambilnya dari Kementerian Dalam Negeri sejak 2004 hingga Februari 2013 kemarin. Berdasarkan data tersebut, sedikitnya 291 kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota terlibat dalam kasus korupsi.
"Ini data dari Kemendagri. Saya pikir ini adalah data yang valid. Dan memang, kita harus melakukan pembenahan serius jika tidak ingin pemimpin-pemimpin yang korup lahir dari ajang Pilkada," paparnya.
Dijelaskannya, jumlah itu terdiri dari keterlibatan gubernur sebanyak 21 orang, wakil gubernur tujuh orang, bupati 156 orang, wakil bupati 46 orang, wali kota 41 orang, dan wakil wali kota 20 orang.
Ia menyebutkan tercatat juga 1.221 nama pegawai pemerintah yang terlibat dalam kasus korupsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 877-nya sudah menjadi terpidana.
Sementara 185 orang lainnya sudah berstatus tersangka, sedangkan 112 orang lainnya sudah terdakwa, dan 44 nama tersisa masih dimintai keterangannya sebagai saksi. Sehingga, menurut Denny, trend korupsi yang ada saat ini harus diimbangi dengan alat pemberantasan korupsi yang juga cukup baik.
Dirinya pun mengatakan bahwa keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah sangat tepat dan diperlukan. "Dulu saat KPK belum ada, koruptor itu banyak sekali. Jadi, ibarat nelayan mau menangkap ikan tapi alatnya masih lemah, sehingga saat menjaring hanya sedikit," ucap Denny seraya mengaku bersyukur atas keberadaan PPATK.
Sementara itu, dalam pergelaran pemilihan kepala daerah, Denny mengatakan bahwa hal ini bisa menjadi acuan bagi seluruh pihak terkait, baik kandidat, penyelenggara, maupun masyarakat sebagai pemilih. Bagi kandidat, kata Denny, hal ini bisa diartikan bahwa jabatan bukanlah menjadi sarana untuk mencari untung.
"Dan memang tidak bisa dipungkiri, bahwa banyak orang yang mencari jabatan publik untuk mengejar kekayaan dan ketenaran. Tapi harus disadari juga bahwa pejabat ini merupakan pelayan masyarakat," katanya.
Sedangkan untuk penyelenggara, menurutnya hal ini bisa menjadi acuan sebagai upaya pencegahan. Menurutnya, penyelenggara harus membuat regulasi yang ampuh mencegah terjadinya praktik korupsi ketika kandidat terpilih nanti.
"Apapun, yang penting perjanjiannya bisa mencegah kandidat dari tindak korupsi. Sedangkan untuk pemilih, fenomena ini bisa dijadikan kewaspadaan tersendiri. Dalam artian, mesti cerdas memilih calon pemimpin. Jangan sampai kriteria yang ada pada 291 kepala daerah tadi merupakan pilihan mereka (pemilih)," pungkasnya. (jpnn/agp)