Pemerintah Kabupaten Padang Lawas (Pemkab Palas) diminta meninjau ulang perizinan yang dimiliki PT Duta Varia Pertiwi (DVP) sebagai satu perusahaan perkebunan di daerah ini. Diduga kuat, ada pelanggaran yang dilakukan perusahaan swasta ini, serta ketidak sesuaian izin, antara lokasi yang digarap PT DVP sekarang ini dengan perizinan yang ada.
"Kita minta, pihak-pihak terkait, termasuk Pemkab Palas untuk meninjau ulang izin PT DVP. Ada dugaan, luas wilayah yang digarapnya tidak sama dengan izin yang didapatkannya," kata Zainal Arifin Sinambela, Sekretaris Majelis Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Sumatera Utara (Gemasu) kepada Media, kemarin.
Dari informasi yang diperoleh, kata Zainal, luas wilayah yang dikelola PT DVP sudah jauh melampaui perizinan yang didapatkan. "Sesuai data yang kami peroleh, luas PT. DVP sekitar 1.363 Hektar. Tapi realitas di lapangan, arealnya lebih dari 2000-an hektar," ujar Zainal.
"Karena itu, kita harapkan, pemerintah bertindak dan tidak hanya tinggal diam. Perusahaan yang mengakal-akali izin harus ditindak," tegas pria asli Barumun Tengah ini.
Tak hanya itu, PT DVP juga diduga tidak patuh dan tidak tertib dalam membayar pajak ke negara. Padahal, seharusnya, perusahaan yang tidak patuh pajak tidak perlu dipelihara, bahkan sanksinya cukup jelas, sesuai dengan UU perpajakan yang ada.
Selain itu, daftar pelanggaran yang dilakukan DVP juga terkait dengan ketenagakerjaan. DVP selama ini dianggap tidak mamatuhi aturan ketenagakerjaan. Bahkan, melakukan intimidasi terhadap tenaga kerja ketika ingin memperjuangkan haknya.
Seperti diketahui, saat ini sudah berdiri serikat buruh kebun PT Duta Varia Pertiwi (Serbuk DVP), tapi keberadaannya tidak diakui Aspin Tanadi selaku pimpinan perusahaan. Padahal, mereka hanya bertekad memperjuangkan hak normatifnya sesuai aturan.
Sayang, tanggapan belum didapatkan dari pihak PT DVP, Aspin Tanadi saat ditelepon berkali-kali untuk dimintai tanggapan, tidak mengangkat ponselnya. SMS yang dikirim juga tak dibalas.
Sementara itu, baru-baru ini, Pemkab Palas melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) sudah memanggil seluruh perusahaan yang ada di Palas untuk memeriksa izinnya. Memang, banyak perusahaan yang tak lengkap dan tidak memperpanjang izinnya. Dikarenakan pemeriksaan dilakukan secara estafet dan belum tuntas semua, belum bisa dipublikasikan.
Sedangkan, informasi diperoleh Media dari Kantor Camat Sosa, Selasa (28/7) menyebutkan, soal pembayaran pajak PBB perusahaan swasta ini dinilai patuh dan tertib membayarnya setiap tahun. "Namun, pajak PBB yang selama ini dibayarkan PT. DVP masuk dalam sektor pedesaan. Seharusnya, karena PT. DVP sudah berbadan hukum, perseroan terbatas (PT), seharusnya pajak yang dibayarkannya masuk ke sektor perkebunan," ujar Staf di Kantor Camat Sosa yang enggan dikorankan namanya.
"Datanya, jumlah surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT)-nya pada kebun PT. DVP sebanyak 715 lembar SPPT per 2 hektare setiap lembarnya. Artinya, luas lahan kebun PT. DVP yang dibayar pajaknya seluas 1.430 hektar," tambah sang staf.
Menurut perkiraan sang staf lagi, luas lahan kebun sawit yang saat ini dikelola PT. DVP kisaran luasnya 2000-an hektar. Sedangkan luas lahan yang dibayar pajaknya setiap tahun 1.430 Ha. Artinya masih ada ratusan hektare lagi lahan kebun sawit dikelola PT. DVP yang belum dibayar pajaknya.
"Seingat saya, kelebihan areal kebun sawit PT. DVP ada ratusan, dan itu berada di kawasan hak pengelolaan lain (HPL)," pungkasnya. (MS)
T#g:Palas